SELAMAT MEMBACA!

Hidup, yang sia-sia

 Dikisahkan, di bawah sebuah pohon yang rindang, tampak segerombol anak-anak sedang menyimak pelajaran yang diberikan oleh seorang guru. Uniknya, di antara anak-anak itu terlihat seorang kakek duduk bersama mereka, ikut menyimak pelajaran yang diberikan oleh sang guru. Kejadian aneh itu ternyata menarik perhatian seorang pemuda yang kebetulan melewati tempat tersebut.
Seusai pelajaran, pemuda yang penasaran tadi menghampiri sang kakek. Bertanyalah dia kepada si kakek:
         ''Kek, apakah kakek seorang guru?''
         ''Bukan...,'' jawab si kakek.
         ''Kalau bukan guru, mengapa kakek ikut duduk bersama anak-anak tadi?'' si pemuda tambah penasaran.
         ''Apa salahnya duduk dengan anak-anak itu? Ketahuilah, aku tadi sedang belajar bersama anak-anak itu.''

         ''Lho, pelajaran itu tadi kan untuk anak-anak.. Bukan untuk orang tua seperti kakek. Memangnya berapa umur kakek, kok tidak malu belajar bersama anak-anak itu?''
        ''Umurku tahun ini tepat Sembilan tahun..'' jawab si kakek sambil tersenyum.
        ''Ah.., kakek bercanda! Kalau menurut perkiraanku, paling-paling umur kakek sudah 75-an '' si pemuda menebak sambil tetap penasaran.
       '' Ha ha ha, tebakanmu benar anak muda. Bila dihitung dari saat aku lahir hingga saat ini, umurku memang 65 tahun. Tetapi 55 tahun yang telah kulewati janganlah dihitung. Yang benar-benar dapat dihitung adalah kehidupanku yang sepuluh tahun terakhir ini,'' jawab si kakek penuh misteri.
       Si pemuda pun makin dibuat bingung oleh penjelasan kakek tua tadi. ''Mengapa masa 55 tahun itu tidak dihitung? apa artinya?''
     
        Sambil menghela napas panjang si kakek menjawab, ''Sejak kecil sampai usia 20 tahun, seharusnya itulah waktu terbaikku untuk belajar. Tapi aku gunakan waktu itu hanya untuk bermain dan bersantai-santai. Sebab, semua keinginan dan kebutuhanku disediakan berlimpah oleh orangtuaku. Lalu 20 tahun berikutnya, waktu yang seharusnya untuk berjuang dan meniti karir, malah aku gunakan untuk berfoya-foya dan menghabiskan harta orangtuaku. Dan 10 tahun, waktu yang seharusnya untuk mengumpulkan tabungan masa pensiunku, malah kugunakan untuk bertamasya tak karuan tujuannya. Semua harta yang tersisa kuhambur-hamburkan karena aku hanya mengejar kesengan sesaat. Coba pikir, bukankah 55 tahun yang telah kulewati itu sia-sia belaka?''
     
        '' Bagaimana dengan lima tahun terakhir?''
Dengan mata berkaca-kaca si kakek berkata, ''Sepuluh tahun terakhir ini aku baru sadar, bahwa 55 tahun hidupku telah kulalui tanpa makna, tanpa tujuan, dan tanpa cita-cita... Aku sudah bangkrut, jatuh miskin, sebatang kara, tidak punya teman yang bisa membantu, dan hanya hidup dari belas kasihan orang lain. Tetapi sejak kesadaran itu muncul, aku merasa seperti baru lahir kembali dan memutuskan untuk belajar hidup dari awal lagi.''
     
          Setelah berhenti sejenak (maklum, udah kakek kakek, nafasnya pendek, sama kaya sisa umurnya *eh), si kakek meneruskan kata-katanya.
''Anak muda... jangan meniru kehidupan yang telah aku jalani. Karena, waktu adalah modal utama yang dimiliki setiap manusia. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya untuk belajar, berusaha, dan berkarir. Gunakan waktumu untuk tujuan yang mulia, maka kelak di hari tuamu kau akan merasa bahagia. Karena kehidupanmu bukan hanya berguna bagi dirimu sendiri, tetapi juga harus berarti bagi orang lain.

0 Komentar:

Post a Comment

English French German Spain Italian Dutch Chinese SimplifiedArabicKoreanPortugueseRussianJapanese